
Sewaka,9 September 2019,Bahwa stunting erat kaitannya dengan kemiskinan, kendati kasus balita stunting tidak hanya terjadi pada keluarga miskin tapi juga keluarga mampu. Antara kemiskinan dan stunting seperti lingkaran setan. Kemiskinan membuat kecukupan gizi keluarga prasejahtera tidak terpenuhi, sehingga ibu hamil yang kurang gizi akan melahirkan anak kurang gizi dan stunting. Anak penderita stunting yang tidak bisa diintervensi selama 1.000 hari pertama kehidupan, tumbuh dewasa dan hidup dengan kurang produktif dan kualitas hidup rendah.
Kemiskinan menyebabkan keluarga kekurangan asupan gizi dan menyediakan sanitasi yang sehat. Kondisi ini menyebabkan tingginya kasus balita pendek. Stunting bisa menyebabkan kualitas hidup masyarakat buruk, sehingga rentan miskin. Kemudian kemiskinan melahirkan stunting.
Upaya bersama yang dimaksud harus melibatkan seluruh potensi yang ada dan berharap kepada kepala desa bisa berhasil menurunkan angka stunting di desanya.
Kekurangan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan, dari janin hingga usia 24 bulan, stunting juga disebabkan pola hidup dengan sanintasi yang buruk, dan cara pengasuhan. Saat ini, prevalensi balita pendek di Indonesia bisa disebut sudah gawat darurat.
Masalah stunting di Indonesia tidak bisa hanya diselesaikan oleh sektor kesehatan. Harus ada intervensi secara holistik dan terintegrasi.